Rabu, 29 April 2015

Budayaku

RITUS MEMENDAK TAULAH,SALAH SATU ASPEK BUDAYA KESATUAN WILAYAH TAMBLINGAN KUNO   


Om awigenam asthu nama sidham 

Sudah merupakan dogma bahwa perkrmbangan budaya  di suatu daerah tidak terlepas darikeadaan lingkungan masyarakat setempat.Pembukaan ini tidak hanya trecermin dari hasil penelitian para pakar budaya masyarakat,kenyataan yang demikian ini menjadi dasar pemikiran konsep DESA NAWA CARA bahwa adat istiadat yang berlaku di suatu daerah berlaku sesuai lingkungan maupun daerah ,yang umumnya bersifat konvensional .konsep ini nampak nya sudah membudaya dalam masyarakat bali,yang berakibat pada tumbuh kembangnya keanekaragaman budaya di masing-masing daerah  unsur budaya ini tidak terlepas dari  budaya yang sifatnya spiritual atau keagamaan  yang tanpak memberikan kekayaan,harta  aspek-aspek inilah yang tanpaknya melandasi perkrmbangan muatan lokal  pada masing-masing budaya daeyah.  

Oleh karena itu unsur-unsur budaya ini dapat dijadikan acuan didalam meluruskan suatu acuan pada masa lampau karena unsur budaya termasuk agama dan religi  biasanya merupakan unsur-unsur budaya yang statis .Demikian juga di bali sampai saat ini masih mewarisi tradisi lampau,dengan memadukan terori  DESA NAWA CARA sebagai acuan membahas masalah apakah memendak taulan  merupakan unsur budaya  kuno yang berlaku pada satu kesatuan wilayah yang memang menganut ritus  religi tersebut  merupakan satu kesatuan wilayah tamblingan pada masa lampau. Situa tamblingan merupakan  situs penelitian kasanah budaya masa lampau  yang berawal dari penemuan lempengan prasasti tembaga oleh pan NIKI di tepian danu tamblingan  dilanjut diadakan penelitian yang berlanjut sampai saat ini ,dari beberapa tahap penelitian  banyak ditemukan sisa-sisa aktivitas manusia pada masa lampau di tpian danau tamblingan. 

disamping semua data dari prasasti,yang dapat memberikan kejelasan juga tidak kalah pentingnya dengan ditemukan beberaoa artefak arkreologi (sejumlah peralatan pande logam) yang di asumsikan bahwa wilayah tersebut dulunya merupakan tempat tinggal para pengerajin logam .dari data prasasti ditemukan bahwa tamblingan merupakan sebuah desa  yang mejadi pemukiman sejak abad ke 10 sampai masyarakat di tamblingan sudah cukup lama  berlangsung mencapai angka 400 tahun .Masa yang cukup lama meninggaklan budaya yang masih di anut sampai saat iniiyalah ritus memendak TAULAN  dengan melaksanakan suatu upacara memohon kepada leluhur di daeah asal atau di sebut kawitan yang secara simbolis melelui pengambilan sebuah batu di pura tirta mangening oleh anggota masyarakat yang mendirikan bangunan suci untuk ditempatkan atau di stanakan pada bangunan gedong yang ada diantara bangunan suci yang baru di dirikanitu merupakan upacara yang dilaksanakan pada wilayah mencangkup tamblingan kuno.  

wilayah tamblingan kuno dapat di prediksi dari data-data prasati  yang menyebutkan batas-batas wilayah tamblingan  yang berlokasi di wilayah nyatur desa(empat desa) desa tersebut iyalah  MUNDUK GESING GOBLEG DAN UMEJERO  bangunan suci maupun batas wilayah yang disebutkan dalam prasasti sekarang masih tersebar dikawasan nyatur desa   

  Misalnya di prasasti disebutkan pemujaan HYANG API dikrnal dengan TANAH MEL  yang sampai sekarang masih dimanfaatkan masyarakat sebagai tempat melaksanakan upacara keagamaan sebagai diketahui nama bangunan suci ini juga tersirat di prasasti  antara lainn ( Hyang Api ,Hyang Tinuni Hyang Wihara ,Sima cala  Silunglung Kalungan ,patapan Pangalumbigyan ) Bangunan pemujaan hyang api berlokasi di desa GESING batas wilayah di dalam prasasti  disebut PANGI yang sekarang masih ada dusun pangi yang merupakan wilayah desa GOBLEG yang dikeluarkan pad a pemerintahan raja UGRASENA ada disebutkan desa UNUSAN yang sekarang masih berlokasi di sebelah timur desa  GOBLEG   BATU MACEPAK yang disebutkan dalam prasasti sekarang dikenal sebagai yang sekarang dikenal sebagai BATU MACONGKAK yang berlokasi di desa umejero.  

 Sebutan untuk KEDU dalam prasasti sekarang masih dikaitkan dengan desa KEDU  yang berlokasi didekat asah panji BANYU SUNGKUR yang disebutkan pada prasati sekarang dikenal dengan nama YEH SUNGKUH yang berlokasi di sebelah barat desa banyuatis  .  

Daerah-daerah yang disebutkan pada prasasti yang disebutkan di daerah dusun tamblingan saat ini masih ada daerah   diantara nya iyalah TAJUNG  yang sekarang disebut dengan  TAJUN di perbatasan danau tamblingan dan buyan .ULUN HER yang sekarang menjadi ulun danu lokasinya batas timur danau tamblingan  TELAGA AYA  sekarang tetep dikenal sebagai TELAGA AYA  lokasi di pertengahan di antara batas danau tamblingan dan danau buyan KUMITAN  yang disebut dalam prasasti kemungkinan besar adalah pura pakemitan yang lokasinya diwilayah dusun tamblingan .Beberapa nama wilayah tersebut diatas  dimuat dalam prasastiGOBLEG PURA BATUR B yang dikeluarkan atas nama raja SRI MAHARAJA ANAK WUNGSU . 
                            

Raja SRI MAHARAJA ANAK WUNGSU bertahta di bali pada tahun 1046-1077 M  prasasti gobleg pura batur  C (1320 caka) dan prasasti buyan sanding Tamblingan  yang dikeluarkan oleh raja  CRI MAHARAJA HAJI JAYA  PANGUS  yang memerintah pada tahun 1177-1181 masehi ., (Goris 1954;MM sukartoatmaja 1970';32)  di beberapa daerah nyatur desa (gobleg gesing munduk umejero)yang pada masa lampau meruakan satu kesatuan wilayah Kesatuan daerah ini tercermin  pula dalam kebersamaan aspek Kebersamaan dalam satu kesatuan tafsir dalam kepercayaan religius yang di anut .

Pada kenyataan sekarang GOBLEG dijadukan ibu desa (pusat) dari keempat wilayah nyatur desa sehingga di wilayah desa GOBLEG terdapat bangunan pura yang menurut pengempon masyarakat setempat  di sebut sebagai pura penyatuan umat keempat desa pura ini dinamakan pura PEMULUNGAN AGUNG  sesuai dengan fungsinya sebagai pemersatu masyarakat  walaupun demikian tidak berarti melupakan daerah asal(wit) yang dulunya sebagai pusat yakni DALEM TAMBLINGAN bahkan tidak melepas keterkaitan nya  hal ini dibuktikan dari pelinggih atau bangunan suci yang terdapat pada PURA PEMULUNGAN AGUNG  merupakan pelinggih penyawangan untuk pura yang ada  di sekitar wilayah tamblingan di pura ini tidak dikenal pelinggih gedong  (pelinggih utama)  yang umunya ada pada setiap bangunan suci di bali karena menurut anggapan kami bangunan suci utama tetap berada di daerah asal(WIT) kami di tamblingan .Bangunan suci penyawangan  merupakan pelinngih pemujaan simbolis  jumlah nya banyak antara lain pura tajun pura  dalem tamblingan pura nawa gumi pura sanghyang kauh pura tirta mangening  ulun danu pura endek  dan telaga aye pariasi bentuk bangunan  hampir semuanya sama berupa b bentuk piasan  semacam rumah kecil  yang ada pada merajan umumnya .

2.Ritus mendak taulan  merupakan suatu tradisi  memohon restu dan keselamatan  di daerah asal yag dilakukan secara simbolis dengan mengambil batu  di pura tirta mangening  kemudian dilinggihkan atau di stanakan  pada ruang bangunan suci yang baru didirikan  umumnya uoacara ini dilakukan  berkaitan dengan pendirian bangunan suci karena menurut kepercayaan masyarat catur desa  bangunan suci belum berfungsi jika belum dilaksanakan upacara mendak taulan   menurut masyarakat setempat cukup dengan upacara ngenteg linggih dan mendak taulan bangunan suci sudah berfungsi secara resmi tanpa perlu lagi membuat pedagingan berupa panca datu yang secara umum dikrtahui di bali

Tidak ada komentar:

Posting Komentar