Selasa, 28 April 2015

SEJARAH SINGKAT ARYA TEGEH KORY KETURUNAN DALEM TAMBLINGAN


ARYA BARAK TEGEH KORY KETURUNAN DALEM TAMBLINGAN

"Om Awighnam Astu Nama Siwaya"

Diceritakan Ida Bhatara Surya dan Sanghyang Ratih mempunyai Putra yang berwujud Windu (segumpalan Darah), karena Putranya berwujud Windu menyebabkan Beliau menjadi murka yang kemudian membuang Putranya tersebut ke Bumi, namun pada waktu masih berada di angkasa, Windu ini diambil oleh Dewa Bagus Mas Ngawang-ngawang dan diputarlah Windu tersebut yang kemudian meledak dan berubah wujud menjadi Bayi laki-laki yang masih merah (Barak) yang selanjutnya Bayi tersebut diturunkan di Tamblingan, setelah di Tamblingan, Bayi Laki-laki Barak tersebut diambil oleh Ida Bhatara Siwa dan diletakan di atas sebuah Batu di pinggir Sungai Gajah Mada (Tukad Mendaung-Gobleg?) yang tujuannya untuk menguji Ida Bhatara Dalem Tamblingan apakah Beliau mengetahui asal-usul dari Bayi Laki-laki Barak tersebut, kalau Ida Bhatara Dalem Tamblingan dapat mengetahui asal-usul Bayi tersebut, maka pantaslah Beliau menjadi Siwa di Tamblingan.

Kemudian Bayi tersebut diketemukan oleh Ngurah Bendesa Dalem Tamblingan, selanjutnya Ngurah Bendesa Dalem Tamblingan melaporkan tentang Bayi temuannya ini kepada Ida Bhatara Dalem Tamblingan dan diperintahkan untuk membawa Bayi tersebut ke Puri Dalem Tamblingan. Sesampai di Puri, Bayi Barak ini ditanya oleh Ida Bhatara Dalem Tamblingan, siapa sebenarnya beliau?, Bayi Barak ini menjawab tidak tahu tentang asal-usulnya (diceritakan masih bayi sudah bisa berbicara). Setelah itu dijelaskanlah asal-usul Bayi merah tersebut oleh Ida Bhatara Dalem Tamblingan, Ayahnya adalah Ida Bhatara Surya (Rahina) dan Ibunya adalah Sanghyang Ratih (Wengi), kemudian dijelaskan pula bahwa Ida Bhatara Surya dan Sanghyang Ratih merupakan semeton (saudara) dari Ida Bhatara Dalem Tamblingan, sehingga diajaklah Bayi Barak tersebut untuk bertempat tinggal di Tamblingan dan diangkat sebagai saudara angkatnya Ngurah Pangenter (sebagai saudara sekaligus teman bermain di Tamblingan).

Pada suatu hari, diceritakan Anjing dan Kambing yang dipelihara oleh Raden Patas (Pengiring Ida Bhatara Dalem Tamblingan) sedang berkelahi memperebutkan tanduk Anjing yang dipinjam oleh Kambing dan lama tidak mau dikembalikan kepada Anjing (silih-silih kambing?), hal inilah yang membuat Bayi Barak tersebut menjadi takut dan langsung saja berlarian serta naik diatas punggungnya Ngurah Pangenter, karena merasa terkejut, maka Bayi Barak tersebut dijatuhkan oleh Ngurah Pangenter sehingga leher dari Bayi Barak tersebut menjadi patah. Kemudian kejadian ini dilaporkan oleh paman Belog Bengkung (Arya Belog?/Pengiring Ida Bhatara Dalem Tamblingan) kepada Ida Bhatara Dalem Tamblingan dan diperintahkan untuk membawa Bayi Barak tersebut ke dalam Puri untuk dipijat lehernya oleh Ida Bhatara Dalem Tamblingan, namun leher dari Bayi Barak tersebut tidak bisa disembuhkan kembali seperti sediakala, sehingga kepalanya kelihatan sedikit Sengel (miring). Semenjak saat itulah Bayi Barak tersebut diberi nama Gusti Arya Barak Tegeh Kori, karena turun di Dalem Tamblingan, maka disebut sebagai Turunan Dalem Tamblingan (bukan Keturunan), diberikan anugrah sebuah Tedung (Payung) dan ditugaskan menjadi Juru Sapuh (Pemangku) di Palinggih Gedong Kertajati-Tamblingan di Hutan Mertajati (di Pura Dalem Tamblingan) dan juga ditugaskan menjadi Juru Sapuh ring Linggih Bhatara Ibu Hyang (Siwa Muka Istri) yang melinggih di Pura Siwa Muka Suukan.

Sebelum turun ke Gobleg, Gusti Arya Barak Tegeh Kori diberitahu oleh Ida Bhatara Dalem Tamblingan tentang keberadaan kedua Ayah-Ibunya yang melinggih di Pura Dalem Dasar (Pura Dalem Benculuk?) di wilayah Badung-Denpasar (Dajan Gelogor), kemudian diberikanlah Dedasar (semacam Pancer) oleh Ida Bhatara Dalem Tamblingan kepada Gusti Arya Barak Tegeh Kori untuk dibawa dan ditanam di Pura Dalem Dasar-Badung tersebut. Selanjutnya berangkatlah Gusti Arya Barak Tegeh Kori diantar oleh Ngurah Pangenter menuju Badung, sesampainya di Badung, Ngurah Pangenter kembali ke Dalem Tamblingan, kemudian ditanamlah Dedasar tersebut di Pura Dalem Dasar oleh Gusti Arya Barak Tegeh Kori dan selanjutnya diketahui oleh semetonnya (saudaranya) yang melinggih di Badung dan diajaklah Gusti Arya Barak Tegeh Kori untuk bersama-sama melinggih di Badung, namun karena merasa berbeda Ayah-Ibunya, maka Gusti Arya Barak Tegeh Kori tidak bersedia melinggih di Badung dan memutuskan untuk kembali ke Dalem Tamblingan.

Sesampainya kembali di Dalem Tamblingan, Gusti Arya Barak Tegeh Kori diperintahkan oleh Ida Bhatara Dalem Tamblingan untuk ikut turun ke Gobleg sebagai pengiring Ngurah Bendesa Dalem Tamblingan dan Bhatara Ibu Sakti yang juga ikut turun ke Gobleg, atas dasar inilah Gusti Arya Barak Tegeh Kori Ma-Siwa ring Bhatara Ibu Sakti dan Pathirtaannya ring Gusti Ngurah Mancawarna (ring Gobleg).

Kemudian, Gusti Arya Barak Tegeh Kori juga diperintahkan untuk menggunakan Gama Tirta (bukan Gama Bodha), disini dijelaskan sedikit tentang Gama Tirta yaitu Nunas Wisnu (Tirta) ring Siwa (kalau pada waktu meninggalnya nanti akan Ma-Siwa Dewa), sedangkan Gama Bodha yaitu Nunas Wisnu ring Bodha (akan menjadi panjak Bumi).
Kalau Gusti Arya Barak Tegeh Kori membuat Pura Kawitan, buatlah Pura Kawitannya dengan Palinggih-Palinggih sebagai berikut:
1. Palinggih Gedong Susun Lima (Meru Tumpang Lima) sebagai Linggih Ida Bhatara Dalem Tamblingan
2. Palinggih Gedong Susun Tiga (Meru Tumpang Tiga) sebagai Linggih Bhatara Kawitan Gusti Arya Barak Tegeh Kori
3. Bale Piyasan Saka Enam
4. Warna Gama-nya adalah Merah-Hitam                                                                              

Nunas ampura yening wenten kesalahan dalam penulisan  karena saya hanya menulis apa yang saya dengar dari kakek saya dan beberapa buku koleksi pribadi
                        SUKSEMA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar